merdekanews.co
Selasa, 06 Februari 2018 - 07:42 WIB

Pelanggaran HAM Papua di Tangan Pemerintah Jokowi Disoroti Komisioner Tinggi HAM PBB

BBC Indonesia - merdekanews.co
Protes pelanggaran HAM di Papua

Jakarta, MERDEKANEWS - Komisioner tinggi untuk urusan HAM PBB, Zeid Ra`ad Al Husein, berkunjung ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan pada Senin (05/02) membahas sejumlah isu pelanggaran HAM di Indonesia.

"Kami membahas sejumlah isu hak asasi yang ada di Indonesia," kata Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, dalam konferensi pers seusai pertemuan, di Kantor Komnas HAM.

Kunjungan Zeid ini merupakan bagian dari tiga hari kunjungan ke Indonesia, sebelum ke Papua Nugini dan Fiji. Setelah Komnas HAM, Zeid direncanakan bertemu sejumlah organisasi dan lembaga HAM, pemerintah, hingga Presiden Joko Widodo.

Kunjungan ini bersamaan dengan peringatan 70 tahun deklarasi universal HAM PBB, sekaligus 25 tahun peringatan Deklarasi Wina dan Program Aksi. "Hak asasi adalah milik setiap orang, melintasi bumi ini," kata Zeid.

Zeid menyorot beberapa hal yang menjadi tantangan HAM ke depan, misalnya pemberangusan kebebasan berpendapat, penyadapan massal terutama di ruang publik dan digital, kemandirian pengadilan, dan penyerangan pada kebebasan pers.

Hal lain yang didapati banyak di negara-negara Asia Pasifik antara lain munculnya tokoh-tokoh nasionalis yang mengambil keuntungan dari stigmatisasi kelompok rentan, dengan basis etnis, agama, dan lainnya.

"Saya mengajak semua pemerintahan untuk percana diri dengan intelejensi dan energi rakyatnya, dan untuk menerapkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia secara total sebagai panduan membuat hukum dan kebijakan," kata Zeid.

Rancangan KUHP dan Papua

Anggota Komnas HAM, M. Choirul Anam, mengatakan pada pertemuan itu, mereka dan Zeid juga membahas isu yang sedang ramai dibicarakan di Indonesia, yakni reformasi hukum seperti rancangan KUHP dan persoalan Papua.

"KUHP versi beliau adalah Penal Code yang merupakan hukum pokok. Dan itu penting untuk menghargai kelompok minoritas dan sesuai dengan standar hak asasi manusia," kata Anam.

Pernyataan itu merujuk pada rencana sejumlah politisi untuk memasukkan pasal pemidanaan terhadap kelompok rentan LGBT dan pemidanaan bagi tindakan zina yang juga bisa menjerat korban pemerkosaan.

Komisioner Beka Ulung Hapsara mengatakan Zeid juga membahas kejadian persekusi terhadap para kelompok LGBT di beberapa tempat di Indonesia.

"Ada persekusi dan perlakuan yang tidak setara," kata Beka.

Menurut Beka, keberadaan kelompok minoritas itu semakin tersudut dengan berbagai kondisi.

Yakni kebijakan yang diskriminatif, keberadaan kelompok-kelompok keagamaan yang konservatif, hingga penggunaan isu-isu sensitif oleh politisi untuk mencari popularitas.

Selain itu, lanjut Beka, juga ada beberapa kelompok minoritas lainnya yang juga perlu perhatian seperti GKI Yasmin, Ahmadiyah, dan Syiah. "Agar segera diselesaikan," ujar Beka.

Untuk masalah Papua, terutama konflik dengan aparat yang banyak terjadi di sana, komisioner HAM, Amiruddin Al Rahab, mengatakan PBB setuju dengan pendekatan dialogis untuk menyelesaikannya.

"Kami juga menekankan pentingnya pemenuhan hak sosial dan ekonomi, terkait yang terjadi di Asmat. Berharap beliau bisa beri perhatian ke hal-hal seperti ini di Papua," kata Amiruddin.

Beberapa kasus pelanggaran HAM berat di Papua yang kini belum jelas penyelesaiannya antara lain Wasior 2001, Wamena 2003, dan Paniai 2014.

Pada sesi ke-27 sidang HAM PBB di Jenewa, Mei 2017, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan bahwa kasus Wasior dan Wamena sudah siap dilimpahkan ke pengadilan.

"Kalau pemerintah berkomitmen menyelesaikan Wasior dan Wamena dulu, itu terserah pemerintah," kata Beka Ulung.Di Papua sendiri sering kali terjadi kekerasan oleh aparat, termasuk dalam menyikapi demonstrasi damai.
  (BBC Indonesia)